Sejarah Indonesia diwarnai dengan berbagai peristiwa penting yang membentuk arah dan kebijakan negara. Salah satu momen krusial yang menjadi titik balik dalam sejarah politik Indonesia adalah penerbitan Surat Perintah Sebelas Maret atau yang dikenal dengan Supersemar pada 11 Maret 1966. Momen ini menjadi pintu masuk bagi Letjen Soeharto untuk menggantikan kekuasaan Presiden Sukarno. Langkah-langkah yang diambil oleh Soeharto setelah menerima Supersemar menjadi sangat signifikan dalam proses transisinya menuju kekuasaan yang lebih besar. Dalam artikel ini, kita akan mengulas tiga hal penting yang dilakukan oleh Letjen Soeharto setelah menerima Supersemar dan bagaimana langkah-langkah tersebut menjadi langkah awal menuju kekuasaan yang kokoh.
Setelah menerima Supersemar, tindakan pertama yang diambil oleh Letjen Soeharto adalah:
- Pengambilalihan Kejaksaan Agung dan Militer
- Membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
- Menjalankan Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan
Dengan dikeluarkannya Supersemar, Letjen Soeharto segera mengambil langkah strategis untuk mengkonsolidasikan kekuasaan. Ia melakukan pengambilalihan penuh terhadap institusi-institusi militer dan kejaksaan agung. Tindakan ini diambil untuk memastikan tidak adanya penentangan terhadap pemerintahannya yang akan segera dibentuk. Melalui otoritasnya, Soeharto menugaskan para loyalis dan jenderal yang mendukungnya untuk menduduki posisi strategis dalam pemerintahan dan militer negara. Dengan langkah ini, ia tidak hanya memperkuat pengendalinya atas kekuatan militer, namun juga mengamankan posisi keuangannya, menghindarkan diri dari pengaruh-pengaruh yang berasal dari pendukung Sukarno.
Setelah mengokohkan kendali atas militer, langkah kedua yang diambil oleh Soeharto adalah membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada tahun 1966. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan untuk memberikan legitimasi politik terhadap pemerintahannya. Dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan suara politik lainnya, MPRS dilihat sebagai salah satu cara untuk mendapatkan dukungan secara luas dari rakyat Indonesia. Soeharto berharap bisa membangun citra positif sebagai pemimpin yang pro-rakyat. MPRS kemudian berfungsi sebagai lembaga pengatur arah kebijakan dan pembuatan undang-undang, di mana Soeharto berperan sebagai aktor utama.
Setelah mengamankan posisi politiknya, Letjen Soeharto kemudian memfokuskan perhatian pada masalah ekonomi yang pada waktu itu tengah berada dalam kondisi yang kritis. Menghadapi inflasi yang tinggi dan ketidakstabilan ekonomi, Ia mengambil kebijakan ekonomi yang pro-pasar dan menggandeng para ekonom yang terpelajar untuk merencanakan pembangunan. Melalui strategi ini, Soeharto memperkenalkan pelbagai program pembangunan yang bertujuan untuk memulihkan ekonomi rakyat dan meningkatkan taraf hidup. Kebijakan yang dijalankannya pada dekade 1970-an berhasil mendatangkan investasi asing, dan memancarkan sinyal positif di kalangan masyarakat maupun pelaku bisnis. Langkah ini kemudian dikenal sebagai Era Pembangunan, yang menjadi ciri khas dari kepemimpinan Soeharto hingga akhir masa pemerintahannya.
Dengan ketiga langkah tersebut, Soeharto berhasil menetapkan pijakan yang kuat untuk memuluskan lajunya menuju puncak kekuasaan. Setiap langkah yang diambilnya tidak hanya berorientasi pada penguatan kekuasaan pribadi, tetapi juga mengarah pada stabilitas yang diidam-idamkan oleh masyarakat Indonesia pada masa itu. Melalui pengambilalihan kendali militer, pembentukan lembaga legislatif yang baru, serta konsolidasi kebijakan ekonomi yang terencana, Soeharto mampu mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin yang dominan dalam politik dan pemerintahan Indonesia.
Di tahun-tahun berikutnya, Soeharto semakin mempertegas kekuasaannya melalui kebijakan-kebijakan yang sering kali kontroversial dan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa langkah-langkah awal yang diambilnya setelah menerima Supersemar tersebut menjadi fondasi bagi kebijakan dan strategi yang lebih besar dalam perjalanan politiknya. Seiring berjalannya waktu, banyak yang melihat tindakan-tindakan ini sebagai awal dari rezim yang mempertahankan diri dalam waktu yang lama, meskipun diwarnai dengan berbagai tantangan dan kritik dari berbagai kalangan. Dengan pemahaman lebih dalam tentang peristiwa ini, kita dapat meninjau kembali bagaimana dinamika politik dan kekuasaan di Indonesia terbentuk serta peran penting yang dimainkan oleh Letjen Soeharto dalam sejarah tersebut.